Bolehkah Refocusing Anggaran dengan Menaikan BTT T.A 2021 Tanpa Persetujuan Dewan?

    Bolehkah Refocusing Anggaran dengan Menaikan BTT T.A 2021 Tanpa Persetujuan Dewan?
    Marianus Gaharpung, SH, MS, Dosen FH Ubaya & Lawyer di Surabaya (foto istimewa)

    Oleh : Marianus Gaharpung, dosen FH Ubaya dan Lawyer di Surabaya.

    SIKKA - Sungguh tidak menyangkah membaca komentar Fransiskus Roberto Diego, di (FPRS) Forum Peduli Rakyat Sikka. Ketika membaca kami berpikir ini akun palsu dari oknum di Nian Tana Alok, bukan dari Fransiskus Roberto Diego Bupati Sikka yang sering disapa Roby Idong, alasannya tidak mungkin orang hebat nomor satu di Sikka komentar seperti  ini;

    "Wie tdk tau apa2....itu perintah dari atas sebagai pelaksanaan refocusing. Berlaku seluruh Indonesia. Tidak dilaksanakan dana kita tdk ditransfer. Siapa juga mau perubahan berkali kali. Rapat2 tentang itu langsung dipimpin Presiden dan Mendagri. Lebih baik wie lanjut S3 saja. biar jadi dosen berpendidikan tinggi. Dosen2 di Unipa sj sdh pada S3. Jadi kritikus yang cerdas dan teliti, jangan hanta... Ayo ke mof sy tantang debat terbuka. Kalau tdk mau.. Cemen". Kami termenung apa ini benar Roby Idong, lalu kami jawab "ok undang saya datang kapan sy siap.Roby Idong jawab "lebih cepat lebih baik".

    Sebelum memenuhi undangan debat terbuka kami perlu memberikan beberapa klarifikasi atas komentar ini. Harap Roby Idong menulis komentar dalam keadaan tidak panik/ emosi.

    Roby Idong keliru  mengukur orang dengan pendidikan doktor di Unipa. Kami menghormati pendidikan seseorang dengan gelar  doktor atau magister tetapi bagi kami ukurannya apakah orang itu mampu mengekspresikan ilmunya untuk kemaslahatan publik dengan meneliti, menulis. Karena doktor dan magister sekarang kayak kacang goreng dan terkadang terbetik berita ada disertasi/tesisnya oknum tersebut dibuatkan oleh orang lain.  (hanya Tuhan dan alam Sikka yang tahu). 

    Kami berharap Roby Idong dan doktor di Unipa bisa mengkritisi opini ini dari aspek legal reasoning dan legal argumentation agar terjadi polemik ilmiah di media.

    Oleh karena itu, kami ingin memberikan kajian terhadap realita perubahan APBD tiga kali tanpa persetujuan DPRD Sikka sebagai berikut,

    1. Fakta hukum perubahan tiga kali APBD.

    2. Perubahan APBD oleh bupati tanpa keterlibatan dewan

    3. Keterlibatan DPRD dan penggunaan diskresi oleh Bupati.

    1. Bupati Sikka melakukan perubahan APBD tahun  2021. Selama tiga kali dengan menaikan BTT dari Rp 5, 3 miliar menjadi Rp. 23 miliar lebih . Tidak ada perintah dari Pemerintah Pusat untuk melakukan Refocusing (tunjukan Surat dari Pemerintah Pusat pada tahun 2021 wajib refocusing). Terkecuali jika ada petunjuk agar dalam penyusunan APBD 2021 harus menganggarkan belanja untuk Covid . Karenanya APBD 2021 dianggarkan Rp. 5, 3 miliar BTT dgn komposisi untuk Covid Rp. 3, 3 miliar dan untuk bencana Rp. 2 miliar. Kondisi yang terjadi memang penanganan Covid oleh BPBD hanya menghabiskan Rp.3 miliar lebih yang pertanggung jawabannya tidak jelas dan saat ini sedang ditangani Kejaksaan Negeri Sikka berdasarkan LHP BPK RI Perwakilan NTT. Lalu BTT yang lain digunakan untuk menangani bencana yang dalam Tahun 2021 tidak pernah ada bencana di Sikka terkecuali di Adonara dan sekitarnya . Untuk Sikka yg terjadi memang intensitas cukup tinggi karena juga musin hujan lalu terjadi banjir di Lio dan ada satu jembatan yang rusak. Kemudian ada gelombang naik yang cukup tinggi mengakibatkan perkampungan di desa Semparong tergenang air tetapi tidak menyebabkan kerusakan apapun dan juga tidak ada korban jiwa. Terkecuali satu orang bapa Tua di Lio yang mau selamatkan pindahkan sapinya lalu terbawa banjir . Untuk banjir di Lio ini sudah terjadi dari tahun ke tahun ketika musim hujan . Karena itu tidak bisa juga kita katakan bencana . Demikian juga Desa Semparong yang juga selalu terjadi setiap tahun karena kampung itu persis dipinggir pantai yang mau tidak mau akan tergenang air jika terjadi pasang dan itu terjadi pada bulan tertentu (Januari, Pebruari). Oleh karena itu, pertanyannya, legal reasoning, apa yang mendasari Roby Idong menggelontorkan dana ternyata tidak ada bencana alam di Sikka? Apa kondisi tersebut di atas telah memenuhi kriteria bencana sebagai mana diatur dalam undang undang Bencana? Apakah yang dilakukan kantor  BPBD itu sifatnya emergency, perlu rehabilitasi atau rekonstruksi? 

    2. Perubahan APBD oleh Bupati tanpa keterlibatan Dewan. Dalam hal pengelolaan keuangan daerah, Bupati sebagai kepala daerah mempunyai kewenangan menetapkan kebijakan terkait Pengelolaan Keuangan Daerah. Disamping itu, kepala daerah juga memiliki kewenangan untuk mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak terkait Pengelolaan Keuangan Daerah yang sangat dibutuhkan oleh Daerah dan/atau masyarakat. Kewenangan lain yang dimiliki oleh kepala daerah adalah menetapkan kebijakan pengelolaan APBD. Dasar kewenangan tersebut telah diatur dalam ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf d, e, dan f PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Pada saat Covid-19, pemerintah pusat melalui Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 1 Tahun 2020 mewajibkan seluruh pemerintah daerah untuk melakukan refocusing dan re-alokasi anggaran.Refocusing anggaran artinya “pengutamaan penggunaan alokasi anggaran kegiatan tertentu”, sedangkan re-alokasi anggaran artinya “perubahan alokasi anggaran”. Maksud dilakukannya refocusing dan re-alokasi anggaran adalah untuk mempercepat penanganan Covid-19 seperti: - Penanganan kesehatan; - Penanganan dampak ekonomi; - Penyediaan jaring pengamanan sosial.Sejak adanya pandemi Covid-19, banyak kegiatan atau program pemerintah yang tidak dapat dilaksanakan. Oleh karena itu, dana yang semula telah dianggarkan untuk program yang tidak dapat terlaksana selama masa pandemi Covid-19 dialihkan atau difokuskan sementara untuk penanganan Covid-19. Tentu dengan dilakukannya refocusing dan re-alokasi anggaran ini memiliki dampak pada APBD karena mengalami perubahan. Persoalan yang terjadi adalah ada uang sebesar 5, 3 miliar lebih untuk penanganan Covid-19 (hasil dari refocusing dan re-alokasi anggaran) dan ketika digunakan untuk penanganan Covid-19, ternyata uang tersebut sisa 2, 3 miliar. Itu artinya terpakai 3 miliar untuk penanganan Covid-19. Kendati demikian, Bupati melakukan perubahan APBD sebanyak tiga kali tanpa sepengetahuan DPRD dalam rangka menganggarkan dana sebesar 23 miliar untuk apa?Jika alasan refocusing apa lagi, disinilah terlihat blunder tata kelola uang Pemkab Sikka. Jika alasan diskresi, apakah tahun 2021 ada bencana dan tanggap darurat di Sikka? Disinilah titik masalahnya yang harus dibongkar oleh penyidik Kejaksaan Negeri Sikka otak dari perubahan APBD tiga kali tersebut tanpa persetujuan dewan.

    3. Keterlibatan  DPRD dan penggunaan diskresi okeh Bupati.Pengelolaan keuangan daerah wajib adanya keterlibatan  dewan serta turut memiliki peran dalam pembentukan maupun perubahan APBD, yakni: - Membahas kebijakan umum APBD yang diajukan oleh Pemerintah Daerah dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya; - Menyepakati kebijakan umum APBD tersebut; - Membahas prioritas dan plafon anggaran sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah); - Membahas rencana kerja dan anggaran dalam pembicaraan RAPBD; - Membahas rancangan Perda tentang APBD; - Mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan Perda tentang APBD; - Mengambil keputusan mengenai Rancangan Perda tentang APBD; - Menyetujui APBD yang telah terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Keterlibatan DPRD dalam pembentukan APBD sebagaimana disebutkan diatas telah diatur dalam Pasal 18, Pasal 19 dan Pasal 20 UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Artinya secara normatif, kepala daerah tetap melibatkan DPRD jika dalam melakukan pengelolaan keuangan daerah dimungkinkan adanya perubahan APBD.  Oleh karena itu, Roby Idong tolong berikan legal argumentation agar kami dan publik Nian Tana Alok paham dan tidak buat analisis yang tidak jelas bahkan sampai curiga tentang perubahan APBD tiga kali oleh Bupati Sikka adalah salah sejatinya memang benar. Apabila Bupati Sikka mengatakan bahwa perubahan APBD sebanyak tiga kali dilakukan atas kewenangan diskresi yang dimilikinya, maka perlu diketahui bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 9 UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, diskresi adalah Keputusan dan/atau Tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan. 

    Dari definisi tersebut terlihat jelas bahwa diskresi dilakukan untuk mengatasi persoalan konkrit? Roby Idong tunjukkan persoalan konkrit apa yang sedang dihadapi dalam penyelengaraan pemerintahan di Nian Tana Alok tahun 2021? Sebab persoalan konkrit bukan seenaknya didefinisikan tetapi ada batasan normatifnya yakni persoalan konkret terbatas pada peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak jelas atau tidak lengkap.

    Jika dikaitkan dalam persoalan tersebut di atas, adanya perubahan APBD tiga kali dengan kenaikan 294, 75 persen menjadi 23 miliar lebih tahun 2021 yang dilakukan oleh Bupati  Sikka dengan tanpa sepengetahuan DPRD atas dasar diskresi Bupati kiranya perlu ditinjau lebih lanjut tujuan perubahan tersebut dan rincian realisasi penggunaan anggaran sebesar 23  miliar lebih digunakan untuk apa saja, siapa yang memakai , siapa yang menyuruh memakai dana tersebut disini Kejaksaan Negeri Sikka sudah "on track"  dengan menyita dokumen di Kantor BPKAD Sikka.

    Sebab dalam UU Nomor 30 Tahun 2014, penggunaan diskresi memang ada kemungkinan mengubah alokasi anggaran. Pasal 25 UU Nomor 30 Tahun 2014 pada pokoknya mengatur bahwa penggunaan diskresi yang berpotensi mengubah alokasi anggaran wajib memperoleh persetujuan dari atasan pejabat dengan menyampaikan permohonan persetujuan secara tertulis. Dalam waktu 5 hari kerja setelah berkas permohonan diterima, atasan pejabat menetapkan persetujuan, petunjuk perbaikan, atau penolakan. Jika atasan pejabat melakukan penolakan, maka atasan pejabat tersebut harus memberikan alasan penolakan secara tertulis. 

    Dari penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa ada langkah-langkah yang harus ditempuh jika memang dalam menggunakan diskresi kemudian berpotensi mengubah anggaran. Meskipun tanpa sepengetahuan DPRD, diskresi yang berpotensi mengubah anggaran wajib diketahui dan harus atas persetujuan atasan pejabat yakni dalam hal ini gubernur NTT.

    Penutup (rekomendasi) :

    Penggunaan diskresi tidak serta merta merubah APBD sebanyak tiga kali apalagi tahun 2021 tidak ada bencana. Sebab dalam merancang dan menetapkan APBD tidak semudah kepala daerah menerbitkan keputusan tata usaha negara (KTUN) yang merupakan produk diskresi.Pasal 28 ayat (4) UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara mengatur bahwa “dalam keadaan darurat Pemerintah Daerah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBD, dan/atau disampaikan dalam Laporan Realisasi Anggaran”. Dilanjutkan kembali dalam Pasal 28 ayat (5) UU Nomor 17 Tahun 2003, bahwa “Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD tahun anggaran yang bersangkutan berdasarkan perubahan untuk mendapatkan persetujuan DPRD sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir”. Adapun perubahan APBD dilakukan manakala terjadi:  - perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi kebijakan umum APBD; - keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja; - keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran yang berjalan.

    Rekomendasi kepada Roby Idong 

    Dari sini perlu mencari tahu terlebih dahulu, atas dasar apa APBD tersebut diubah sebanyak tiga kali?  Apakah ada keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran? Atau apakah dana yang telah disiapkan tidak cukup? Mengingat bahwa penanganan Covid-19 telah disediakan sebesar 5, 3 miliar dan sudah terpakai dengan total 3 miliar, maka seharusnya tidak perlu ada perubahan APBD. Justru dana penanganan Covid-19 mengalami surplus (sisa 2, 3 miliar).

    Jika memang pada kenyataannya ditemukan ada hal yang sangat urgent sehingga perlu dilakukan perubahan APBD, maka dua hal yang perlu diperhatikan, yakni harus ada persetujuan gubernur untuk melakukan diskresi yang berpotensi mengubah anggaran, dan tetap melibatkan DPRD pada saat hendak melakukan perubahan APBD di Pemkab Sikka 2021.

    refocusing anggaran kabupaten sikka ntt
    Muhamad Yasin

    Muhamad Yasin

    Artikel Sebelumnya

    Akankah Efektif Pansus DPRD Sikka Terhadap...

    Artikel Berikutnya

    Tata Kelola Administrasi BOK Dinas Kesehatan...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Hendri Kampai: Hindari Terlalu Banyak Intervensi terhadap Kewenangan, Polri di Bawah Presiden Adalah Langkah Tepat
    Hendri Kampai: Utopia Indonesia, Irigasi Bagus dan Petani Bisa Panen Tiga Kali Dalam Setahun
    Hendri Kampai: Utopia Indonesia, Visi Indonesia Emas Namun Uang Kuliah Semakin Tak Terjangkau
    Hendri Kampai: Pemimpin Sejati Meninggalkan 'Legacy', Bukan Janji, Apalagi Hutang
    Hidayat Kampai: Nepo Baby, Privilege yang Jadi Tumpuan Kebijakan Publik?

    Ikuti Kami